Dua Garis Biru (2019) Tak Sekedar Married by Accident

Selasa, 23 Juli 2019 | komentar




sumber : https://pbs.twimg.com/media/EAJ3GXkVUAEoNla.jpg

Film ini bermula dari penampakan adegan di sebuah ruang kelas yang riuh kemudian beralih ke adegan rumah, pemain utama Dara dan Bima bercengkrama dengan romantis, memperlihatkan aura muda mudi yang penuh dengan gelak tawa,candaan, kesenangan, gelora cinta masa muda. Berkelanjutan pada adegan di ranjang antar Dara yang membelakangi Bima di balik selimut, yang memulai awalan dari cerita film ini.
Film ini berbicara tentang katanya kenakalan remaja tapi di lihat dari sisi tak biasa, jauh dari kesan negatif penuh cacian, makian, sumpah serapah, dan stigma. Cerita film memberi pola pikir membangun pada masyarakat bagiamana melihat dan merespon permasalah remaja saat ini, dengan pandangan yang bijak, tapi tidak keluar jalur, pada hal yang dinyatakan salah atau benar. Semua tidak terlepas dari peran siapapun dan lingkungan yang membentuk budaya sosial tersebut.
Masyarakat Indonesia yang dikenal sangat religius dari tingkat pedesaan dan perkotaan. Gambar kebudayaan Pop dan budaya urban perkotaan terlihat dengan jelas menggandurungi orang-orang muda, membedakan orang orang tua jaman dulu, sehingga menimbulkan budaya yang namanya milinealls.
Budaya Urban itu terlepas dari sisi religius kaku, budaya urban memberi kebebasan perilaku. Dimana muda mudi sangat terpengaruh dengan budaya pop dari luar. Dara pemain utama film ini adalah gadis muda yang sangat terobsesi dengan budaya baru dari negara Gingseng yaitu K-POP. Dilihat sekarang ini betapa mendarah daging nya pengaruh K-POP pada remaja perempuan Indonesia, betapa tergantung mereka dengan K-POP mulai dari pernak-pernik aksesoris, bahasa, tontonan, mereka meniru dan menganggap itu keren dan penting. Dara dalam film ini pun menyebut para Boyband dan Idol korea ini dengan suami-suaminya, Dara yang dikenal sebagai perempuan cerdas di sekolah bahkan bercita-citu untuk studi di Korea.
Hubungan Dara dan Bima yang di sebut kecelakaan dari semangat masa muda dan rasa penasaran keinginan tahuan yang tinggi para remaja. Membuat hubungan mereka menjadi renggang, berbagai macam pemikiran dan rasa bersalah bermunculan. Ketakutan mengahampiri karena ketidaksanggupan dan kesiapan menghadapi masalah yang tercipta. Batasan Umur dan Ekonomi tak bisa mengantarkan ke jenjang yang lebih tinggi lagi karena sangat rumit. Pemikiran remaja yang hanya ingin bersenang-senang bermain, kesana-kesini, serta belajar dan sekolah.
Perspektif Patriaki juga terlihat di mana peremuan hampir selalu menjadi pihak yang harus menerima dan mengalah, pada waktu Dara mengalami kecelakaan terkena lemparan Bola disekolah yang akhir menyebabkan ketahuannya Kehamilan Dara, membuat kedua orang tua Bima dan Dara harus datang kesekolah, Karena mengetahui Dara hamil meminta dara untuk Drop out dari sekolah padahal Dara adalah murid berpretasi, dengan alasan peraturan sekolah dan kehamilan, dan tidak pada Bima. Permasalah kemiskinan dan Kekayaan terlihat mempengaruhi kultur pemikiran bagaimana melihat situasi permasalahan dalam mengambil keputusan.
Dua Garis biru memberi kita pada pemikiran yang berkepanjangan dari pada sebuah pemikiran yang pendek, masalah besar tentu menimbulkan efek besar, tapi masalah besar itu di atasi dengan pemaafan dan keterbukaan tentu akan menimbulkan hal yang baik dan perbaikan diri menjadi lebih baik daripada berlarut-larut dalam penyesalan dan umpatan semata.
Masalah-masalah sosial kontemporer sangat apik di tampakan dalam film ini, dimana anak-anak sekolah yang harus belajar terjerat pernikhan di usia muda yang mengakibatkan kehamilan. Dalam segi usia, hal tersebut belum tepat pada waktunya dalam hal mengurus anak. Usia muda tersebut masih rentan terhadap hal yang bersifat senang-senang, belum siap untuk berpikir dan bergerak susah payah untuk namanya kehidupan sesungguhnya yang di jalankan orang dewasa baik secaara psikologis dan fisik. Dimana Bima sempat bekerja hanya untuk hasrat dirinya, bekerja pamrih di restoran milik ayahnya Dara yang kini menjadi istrinya sehingga sekolahnya menjadi terlupakan, Hingga muncul peristiwa perdebatan dimana jika Dara melahirkan anaknya akan pada om dan tante Dara, kemudian hal ini di tolak oleh Dara, yang masih muda tapi karena muncul naluri keibuannya. Dia tidak tega jika anaknya tidak di rawat oleh darah Dagingnya sendiri yaitu Ayahnya Bima dan Dara sendiri.
Dara yang merupakan anak pintar di sekolah tentu mempunyai cita-cita, yaitu ingin melanjutkan studi di perguruan tinggi di Negeri Ginseng Korea, tempat asal muasal idola-idolanya. Dalam keadaan yang tidak memungkinkan memikirkan cita-cita, Dara masih berharap untuk meneruskan cita-cita nya tanpa harus mengobarkan kebutuhannya. Dara mempercayakan bayinya yang lahir akan di rawat oleh Bima, terlepas dari penderitian sebagai ibu yang melahirkan hingga harus melakukan operasi mengangkat  rahim setelah melahirkan, Dara tetap kuat melihat kenyataan dan memikirkan hal hal yang terbaik yang akan dilakukan walaupun bagaiamna pun, dia mencintai anaknya sebagai seorang yang baru saja menjadi ibu, melahirkan darah dagingnya dan tetap membangun rasa kekeluargaan yang tinggi, tanpa harus mengorbankan impian yang di idam-idamkannya, Kepercayaan antara Dara dan Bima, membuat hubungan mereka tetap menjadi utuh setelah terjadi perdebatan pemberian hak asuh anak dan Isu perceraian.

Yusuf Kurniawan Mahasiswa Ilmu Sejarah Universitas Andalas  Alumni Finalis Mahasiswa Bicara Film UI Film Festival, Depok 2019.


Share this article :

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Manusia Berpikir - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger