sumber : https://pbs.twimg.com/media/EAJ3GXkVUAEoNla.jpg |
Film ini bermula dari penampakan adegan di sebuah ruang kelas yang riuh kemudian beralih ke adegan rumah, pemain utama Dara dan Bima bercengkrama dengan romantis, memperlihatkan aura muda mudi yang penuh dengan gelak tawa,candaan, kesenangan, gelora cinta masa muda. Berkelanjutan pada adegan di ranjang antar Dara yang membelakangi Bima di balik selimut, yang memulai awalan dari cerita film ini.
Film ini berbicara tentang
katanya kenakalan remaja tapi di lihat dari sisi tak biasa, jauh dari kesan
negatif penuh cacian, makian, sumpah serapah, dan stigma. Cerita film memberi
pola pikir membangun pada masyarakat bagiamana melihat dan merespon permasalah
remaja saat ini, dengan pandangan yang bijak, tapi tidak keluar jalur, pada hal
yang dinyatakan salah atau benar. Semua tidak terlepas dari peran siapapun dan
lingkungan yang membentuk budaya sosial tersebut.
Masyarakat Indonesia yang dikenal
sangat religius dari tingkat pedesaan dan perkotaan. Gambar kebudayaan Pop dan
budaya urban perkotaan terlihat dengan jelas menggandurungi orang-orang muda,
membedakan orang orang tua jaman dulu, sehingga menimbulkan budaya yang namanya
milinealls.
Budaya Urban itu terlepas dari
sisi religius kaku, budaya urban memberi kebebasan perilaku. Dimana muda mudi
sangat terpengaruh dengan budaya pop dari luar. Dara pemain utama film ini
adalah gadis muda yang sangat terobsesi dengan budaya baru dari negara Gingseng
yaitu K-POP. Dilihat sekarang ini betapa mendarah daging nya pengaruh K-POP
pada remaja perempuan Indonesia, betapa tergantung mereka dengan K-POP mulai
dari pernak-pernik aksesoris, bahasa, tontonan, mereka meniru dan menganggap
itu keren dan penting. Dara dalam film ini pun menyebut para Boyband dan Idol
korea ini dengan suami-suaminya, Dara yang dikenal sebagai perempuan cerdas di
sekolah bahkan bercita-citu untuk studi di Korea.
Hubungan Dara dan Bima yang di
sebut kecelakaan dari semangat masa muda dan rasa penasaran keinginan tahuan
yang tinggi para remaja. Membuat hubungan mereka menjadi renggang, berbagai
macam pemikiran dan rasa bersalah bermunculan. Ketakutan mengahampiri karena
ketidaksanggupan dan kesiapan menghadapi masalah yang tercipta. Batasan Umur dan
Ekonomi tak bisa mengantarkan ke jenjang yang lebih tinggi lagi karena sangat
rumit. Pemikiran remaja yang hanya ingin bersenang-senang bermain,
kesana-kesini, serta belajar dan sekolah.
Perspektif Patriaki juga terlihat
di mana peremuan hampir selalu menjadi pihak yang harus menerima dan mengalah,
pada waktu Dara mengalami kecelakaan terkena lemparan Bola disekolah yang akhir
menyebabkan ketahuannya Kehamilan Dara, membuat kedua orang tua Bima dan Dara
harus datang kesekolah, Karena mengetahui Dara hamil meminta dara untuk Drop
out dari sekolah padahal Dara adalah murid berpretasi, dengan alasan peraturan
sekolah dan kehamilan, dan tidak pada Bima. Permasalah kemiskinan dan Kekayaan
terlihat mempengaruhi kultur pemikiran bagaimana melihat situasi permasalahan
dalam mengambil keputusan.
Dua Garis biru memberi kita pada
pemikiran yang berkepanjangan dari pada sebuah pemikiran yang pendek, masalah
besar tentu menimbulkan efek besar, tapi masalah besar itu di atasi dengan
pemaafan dan keterbukaan tentu akan menimbulkan hal yang baik dan perbaikan
diri menjadi lebih baik daripada berlarut-larut dalam penyesalan dan umpatan
semata.
Masalah-masalah sosial kontemporer
sangat apik di tampakan dalam film ini, dimana anak-anak sekolah yang harus
belajar terjerat pernikhan di usia muda yang mengakibatkan kehamilan. Dalam
segi usia, hal tersebut belum tepat pada waktunya dalam hal mengurus anak. Usia
muda tersebut masih rentan terhadap hal yang bersifat senang-senang, belum siap
untuk berpikir dan bergerak susah payah untuk namanya kehidupan sesungguhnya
yang di jalankan orang dewasa baik secaara psikologis dan fisik. Dimana Bima
sempat bekerja hanya untuk hasrat dirinya, bekerja pamrih di restoran milik
ayahnya Dara yang kini menjadi istrinya sehingga sekolahnya menjadi terlupakan,
Hingga muncul peristiwa perdebatan dimana jika Dara melahirkan anaknya akan
pada om dan tante Dara, kemudian hal ini di tolak oleh Dara, yang masih muda
tapi karena muncul naluri keibuannya. Dia tidak tega jika anaknya tidak di
rawat oleh darah Dagingnya sendiri yaitu Ayahnya Bima dan Dara sendiri.
Dara yang merupakan anak pintar
di sekolah tentu mempunyai cita-cita, yaitu ingin melanjutkan studi di perguruan
tinggi di Negeri Ginseng Korea, tempat asal muasal idola-idolanya. Dalam keadaan
yang tidak memungkinkan memikirkan cita-cita, Dara masih berharap untuk
meneruskan cita-cita nya tanpa harus mengobarkan kebutuhannya. Dara mempercayakan
bayinya yang lahir akan di rawat oleh Bima, terlepas dari penderitian sebagai
ibu yang melahirkan hingga harus melakukan operasi mengangkat rahim setelah melahirkan, Dara tetap kuat melihat
kenyataan dan memikirkan hal hal yang terbaik yang akan dilakukan walaupun
bagaiamna pun, dia mencintai anaknya sebagai seorang yang baru saja menjadi
ibu, melahirkan darah dagingnya dan tetap membangun rasa kekeluargaan yang tinggi,
tanpa harus mengorbankan impian yang di idam-idamkannya, Kepercayaan antara
Dara dan Bima, membuat hubungan mereka tetap menjadi utuh setelah terjadi
perdebatan pemberian hak asuh anak dan Isu perceraian.
Yusuf Kurniawan Mahasiswa Ilmu Sejarah Universitas Andalas Alumni Finalis Mahasiswa Bicara Film UI Film
Festival, Depok 2019.
Posting Komentar